BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sosiolinguistik merupakan ilmu antar disiplin antara sosiologi dan
linguistik, dua bidang ilmu empiris yang mempunyai kaitan yang sangat erat.
Sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang kegiatan sosial ataupun
gejala sosial dalam suatu masyarakat. Sedangkan linguistik adalah bidang ilmu
yang mempelajari bahasa, atau bidang ilmu yang mengambil objek bahasa sebagai
objek kajiannya. Sosiolinguistik menurut Kridalaksana merupakan ilmu yang
mempelajari ciri dan berbagai variasi bahasa, serta hubungan diantara para
bahasawan dengan ciri fungsi variasi bahasa itu didalam suatu masyarakat
bahasa. Sedangkan menurut Nababan,Sosiolinguistik merupakan pengkajian bahasa
dengan dimensi kemasyarakatan.
Apabila proses belajar diselenggarakan secara formal di
sekolah-sekolah, tidak lain ini dimaksudkan untuk mengerahkan perubahan pada
diri siswa secara terencana, baik dalam aspek pengetahuan, keterampilan, maupun
sikap. Interaksi yang terjadi selama proses belajar tersebut dipengaruhi oleh
lingkungannya, yang antara lain terdiri atas murid, guru, petugas perpustakaan,
kepala sekolah, bahan atau materi pelajaran (buku, modul, selebaran, majalah,
rekaman video atau audio, dan yang sejenisnya). Dan berbagai sumber belajar dan
fasilitas (proyektor overhead, laboratorium, pusat sumber belajar dan
lain-lain).
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mendorong
upaya-upaya pembaharuan dalam pemanfaatan hasil-hasil teknologi dalam proses
balajar. Para guru dituntut agar mampu menggunakan alat-alat yang dapat
disediakan oleh sekolah, dan tidak tertutup kemungkinan bahwa alat-alat
tersebut sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman.
B.
Tujuan Penulisan
1.
Dapat mengetagui definisi variasi bahasa
2.
Memahami berbagai macam variasi dari segi penutur
3.
Memahami berbagai macam variasi dari segi pemakaian
4.
Memahami berbagai macamApa variasi dari segi keformalan
5.
Memahami berbagai macamApa variasi dari segi sarana
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Variasi Bahasa
Variasi bahasa menurut Aslindgaf
(2007:17) adalah bentuk-bentuk bagian atau varian dalam bahasa yang
masing-masing memiliki pola yang menyerupai pola umum bahasa induksinya.
Variasi Bahasa disebabkan oleh adanya kegiatan interaksi sosial yang dilakukan
oleh masyarakat atau kelompok yang sangat beragam dan dikarenakan oleh para
penuturnya yang tidak homogen. Dalam hal variasi bahasa ini ada dua pandangan.
Pertama, variasi itu dilihat sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur
bahasa itu dan keragaman fungsi bahasa itu. Jadi variasi bahasa itu terjadi
sebagai akibat dari adanya keragaman sosial dan keragaman fungsi bahasa. Kedua,
variasi bahasa itu sudah ada untuk memenuhi fungsinya sebagai alat interaksi
dalam kegiatan masyarakat yang beraneka ragam. Namun Halliday membedakan
variasi bahasa berdasarkan pemakai (dialek) dan pemakaian (register).
Ragam bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaiannya yang berbeda-beda
menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara dan
orang yang dibicarakan, dan menurut medium pembicaran-pembicaraaan. Sebagai sebuah langue, bahasa mempunyai sistem dan subsistem
yang dipahami sama oleh penutur bahasa itu.
Variasi atau
keragaman bahasa disebabkan karena banyaknya bahasa yang digunakan oleh
masyarakat untuk berinteraksi antar sesama masyarakat. Setiap kegiatan yang
dilakukan oleh masyarakat sangat berpengaruh dalam perkembangan keragaman
bahasa.
Bahasa akan semakin
beragam dan bertambah jika bahasa tersebut digunakan oleh suatu kelompok
masyarakat yang banyak. Seperti, bahasa Inggris yang merupakan bahasa
Internasional yang digunakan oleh seluruh masyarakat di dunia, begitu juga
bahasa Indonesia yang digunakan oleh seluruh orang Indonesia dari Sabang sampai
Merauke.
Mc David membagi
bahasa berdasarkan dimensi regional, dimensi sosial, dan dimensi temporal.
Sedangkan Hartman dan Stork membedakan variasi berdasarkan kriteria, yaitu:
1.
Latar
belakang geografi dan sosial penutur
2.
Medium
yang digunakan
3.
Pokok
pembicaraan.
B.
Variasi dari Segi Penutur
Variasi dari segi
penutur yang pertama yaitu Idiolek. Idiolek adalah variasi bahasa yang dilihat
dari perseorangan atau bersifat perseorangan, maksudnya yaitu bahwa setiap
orang atau individu pasti mempunyai variasi bahasa yang berbeda-beda antara
satu orang dengan orang lain. Variasi bahasa ini berkenaan dengan warna suara,
gaya bahasa, susunan kalimat dan sebagainya. Variasi yang dianggap paling
dominan yaitu warna suara. Jika kita mempunyai teman-teman yang akrab, dengan
mendengarkan suaranya saja pastinya kita akan mengetahui siapa pemilik suara
tersebut walaupun kita tidak melihatnya secara langsung. Begitu juga orang
kembar, walaupun secara fisik mereka hampir sama bahkan ada juga yang sulit
untuk dibedakan, tapi pada hakikatnya mereka mempunyai warna suara yang
berbeda-beda.
Variasi dari segi
penutur yang kedua adalah dialek. Dialek adalah variasi bahasa dari sekelompok
penutur yang jumlahnya relatif, yang berada pada suatu tempat atau wilayah
tertentu. Dialek ini juga bisa disebut dengan dialek areal atau dialeg
regional, karena dialek ini berdasarkan oleh wilayah atau tempat tinggal
penutur. Dialek antar satu daerah dengan daerah lain sangatlah berbeda, karena
setiap daerah atau wilayah pasti mempunyai ciri-ciri yang menandakan wilayah
tersebut. Misalnya, bahasa Jawa orang Surabya dengan bahasa Jawa orang
Pekalongan sangat berbeda, setiap daerah tersebut pasti mempunyai ciri
masing-masing walaupun hakikatnya bahasa yang mereka gunakan sama-sama bahasa
Jawa.
Variasi dari segi
penutur yang ketiga adalah kronolek atau dialek temporal. Kronolek adalah
variasi bahasa yang digunakan oleh kelompok sosial pada masa tertentu.
Misalnya, bahasa Indonesia pada masa tahun tiga puluhan sangatlah berbeda
dengan bahasa indonesia yang digunakan pada masa kini. Perbedaan itu dapat
dilihat dari segi lafal, ejaan, morfologi maupun sintaksis.
Variasi dari segi penutur
yang keempat adalah sosiolek atau dialek sosial. Sosiolek adalah variasi bahasa
yang berkenaan dengan status, golongan, dan kelas sosial para penuturnya. Misalnya dari usia, ada variasi bahasa yang digunakan anak-anak,
remaja, dan orangtua, atau dari pekerjaan, ada variasi bahasa buruh, pedagang,
dan pejabat.
Perbedaan variasi ini berkenaan dengan perbedaan dalam bidang morfologi,
sintaksis, dan kosakata. Misalnya, kita bisa melihat adanya variasi bahasa dari
penutur yang berpendidikan tinggi dan penutur yang berpendidikan rendah atau
menengah. Perbedaan itu biyasa dapat kita lihat dalam bidang kosakata,
pelafalan, morfologi dan sintaksis yang digunakan. Variasi bahasa juga dapat
dipengaruhi dari lingkungan bekerja atau pekerjaan seorang penutur, misalnya
seorang pedagang kaki lima dengan para guru atau mubaligh, pastinya bahasa yang
mereka gunakan berbeda dari segi kosakata yang digunakan.
Sehubungan dengan variasi bahasa berkenaan dengan tingkat, golongan,
status, dan kelas sosial penuturnya, biasanya dikemukakan orang variasi bahasa
yang disebut akrolek, basilek, vulgar, slang, jargon, kolokial, argot dan ken.
Ada juga yang menambah dengan yang disebut bahasa prokem.
1.
Akrolek
Akrolek adalah
variasi sosial yang dianggap paling tinggi daripada variasi sosial yang lain.
Seperti, bahasa jawa yang digunakan oleh para bangsawan di kraton Jogja.
2.
Basilek
Basilek adalah
variasi sosial yang dianggap rendah dan kurang bergengsi. Seperti, bahasa Jawa
krama ndesa.
3.
Vulgar
Vulgar adalah
variasi sosial yang ciri-ciri pemakainya dituturkan oleh orang-orang yang
kurang terpelajar dan tidak berpendidikan. Seperti bahasa Eropa yang digunakan
oleh orang-orang pada zaman Romawi sampai zaman pertengahan
4.
Slang
Slang adalah
variasi sosial yang bersifat khusus atau rahasia yang biasanya digunakan oleh
orang-orang tertentu dalam suatu kelompok dan tidak boleh diketahui oleh orang
selain kelompok tersebut. Kosakata yang digunakan dalam kelompok ini biasanya
berubah-ubah. Bahasa slang ini menimbulkan kesan bahwa bahasa ini biasanya
digunakan oleh para kelompok penjahat atau pencoleng, walaupun sebenarkan kesan
tersebut tidak benar.
5.
Jargon
Jargon adalah
variasi sosial yang digunakan secara terbatas oleh kelompok-kelompok sosial
tertentu. Bahasa yang digunakan oleh kelompok ini tidak dapat difahami oleh
kelompok-kelompok yang lain, akan tetapi bahasa ini tidak bersifat rahasia.
Seperti ungkapan-ungkapan yang digunakan oleh para tukang bangunan dan tukang
batu, dalam ungkapan mereka terdapat kata disipat, diekspose dan lain-lain.
6.
Kolokial
Kolokial
berasal dari kata colloquium yang berarti percakapan, jadi kolokial
adalah variasi sosial yang digunakan
dalam ucapan sehari-hari atau disebut dengan bahasa percakapan, bukan
bahasa tulisan. Ungkapan-ungkapan dalam bahasa Indonesia seperti, dok (dokter),
prof (profesor), dan lain-lain.
7.
Argot
Argot adalah
variasi sosial yang digunakan secara terbatas pada profesi-profesi tertentu dan
bersifat rahasia. Ungkapan-ungkapan yang digunakan dalam dunia kejahatan,
seperti “kacamata” yang berarti “polisi”, “barang” yang berarti mangsa.
8.
Ken
Ken berasal
dari kata cant. Ken adalah variasi sosial tertentu yang bernada memelas
dan penuh dengan kepura-puraan. Variasi ini biasanya digunakan oleh pengemis,
yang terdapat dalam ungkapan “the cant of beggar” yang berarti bahasa
pengemis.
C. Variasi dari Segi
Pemakaian
Variasi dari segi pemakaiannya atau
fungsinya disebut fungsiolek. Variasi ini digunakan berdasarkan penggunaan,
keformalan dan sarana pengguna. Variasi ini digunakan menurut bidang dan
keperluan yang dibutuhkan. Ciri dari variasi ini dapat dilihat dari kosakata
yang digunakan penutur, pastinya kosakata tersebut berbeda dengan kosakata yang
digunakan dalam bidang lain. Seperti bidang jurnalistik dan militer. Bahasa
yang digunakan pada bidang jurnalistik mempunyai ciri tertentu, yaitu basa yang
digunakan bersifat sederhana, komunikatif dan ringkas. Berbeda dengan bahasa
militer yang dikenal dengan ciri bahasanya yang bersifat ringkas dan tegas.
Variasi bahasa berdasarkan fungsi
disebut register. Register biasanya dikaitkan dengan masalah dialek.
Dialek berkenaan dengan siapa yang menggunakan bahasa itu, di mana, kapan, dan
untuk kegiatan apa.
D. Variasi dari
Segi Keformalan
Martin Joss membagi variasi bahasa dari segi keformalan menjadi
lima macam, yaitu:
a.
Ragam Baku
Ragam baku adalah variasi bahasa yang sangat formal. Bahasa ini
biasanya digunakan dalam situasi resmi, seperti khotbah, upacara kenegaraan,
buku undang-undang dan lain-lain. Ciri dari ragam beku adalah kalimat yang
digunakan biasanya berawalan dengan kata bahwa, maka, hatta dan sesungguhnya.
b.
Ragam Resmi atau Formal
Ragam resmi adalah variasi bahasa yang digunakan dalam pidato
kenegaraan, rapat dinas, buku-buku pelajaran dan lain-lain. Hakikatnya ragam
resmi ini sama melakukan diskusi didalam kelas atau dikantor, bahasa yang kita
gunakan juga bahasa resmi.
c.
Ragam Usaha atau Konsultatif
Ragam usaha adalah variasi bahasa yang digunakan dalam pembicaraan
di sekolah, baik dalam rapat atau pembicaraan yang berhubungan dengan hasil
atau produksi.
d.
Ragam Santai atau Kasual
Ragam santai adalah variasi bahasa tidak resmi yang digunakan untuk
perbincangan sehari-hari dengan keluarga, teman dalam situasi yang tidak resmi
pula atau dalam situasi santai. Seperti digunakan ketika beristirahat atau
rekreasi.
e.
Ragam Akrab atau Intim
Ragam akrab adalah variasi bahasa yang digunakan oleh penutur
dengan orang-orang yang mempunyai hubungan erat atau sudah akrab. Tanda pada
ragam akrab ini adalah biasanya bahasa yang digunakan tidak lengkap,
pendek-pendek dan dengan artikulasi yang tidak jelas. Biasanya kita gunakan
ragam ini dengan teman akrab dan anggota keluarga.
E. Variasi dari
Segi Sarana
Variasi bahasa dapat pula dilihat dari segi sarana atau
jalur yang digunakan. Hal
ini dapat disebut adanya ragam lisan dan ragam tulis, atau juga ragam dalam berbahasa dengan
menggunakan sarana atau alat tertentu, yakni, misalnya, dalam bertelepon dan
bertelegraf.
Berdasarkan kenyataan yang ada bahwa ragam lisan dan ragam tulisan itu tidak
sama, karena dalam penyampaian bahasa lisan kita dibantu dengan benda-benda dan
unsur nonlinguistik yang lainnya, seperti suara, gerak tangan, kepala dan
lain-lain. Sedangkan dalam bahasa
tulisan kita tidak mendapati unsur-unsur tersebut. Contoh: ketika kita meminta
bantuan kepada orang lain untuk mengambilkan buku yang berada di seberang kita
maka kita akan menggunakan bahasa lisan dengan mengatakan “Tolong ambilkan itu
!” dengan telunjuk kita mengarah kepada buku tersebut. Tetapi ketika kita
menggunakan bahasa tulisan kita tidak bisa mengatakan hal tersebut, karena
dalam bahasa tulisan tidak ada unsur penunjuk atau pengarah, jadi dalam bahasa
tulisan kita harus mengatakan “ Tolong ambilkan buku itu !”.
Ragam bahasa telefon termasuk dalam bahasa lisan, dan telegraf termasuk
dalam bahasa tulisan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ragam bahasa adalah variasi bahasa
menurut pemakaiannya yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut
hubungan pembicara, kawan bicara dan orang yang dibicarakan, dan menurut medium
pembicaran-pembicaraaan. Sebagai sebuah langue, bahasa mempunyai sistem dan
subsistem yang dipahami sama oleh penutur bahasa itu.
Variasi bahasa dari segi penutur
yaitu :
1.
Idiolek
2.
Dialek
3.
Kronolek
4.
Sosiolek
Sehubungan dengan variasi bahasa
berkenaan dengan tingkat, golongan, status, dan kelas sosial penuturnya,
biasanya dikemukakan orang variasi bahasa yang disebut akrolek, basilek,
vulgar, slang, jargon, kolokial, argot dan ken.
Variasi dari segi pemakaiannya atau
fungsinya disebut fungsiolek. Variasi ini digunakan berdasarkan penggunaan,
keformalan dan sarana pengguna.
Martin Joss membagi variasi bahasa
dari segi keformalannya menjadi lima, yaitu:
1)
Ragam Beku
2)
Ragam Resmi
3)
Ragam Usaha
4)
Ragam santai
5)
Ragam akrab
Variasi bahasa dapat pula dilihat dari segi sarana atau
jalur yang digunakan. Hal ini dapat disebut adanya ragam lisan dan ragam tulis,
atau juga ragam dalam berbahasa dengan menggunakan sarana atau alat tertentu,
yakni, misalnya, dalam bertelepon dan bertelegraf.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Chaer, Abdul, dkk. 2010. Sosiolinguistik Pengantar
Awal. Jakarta: PT Rineka Cipta
Efendi. 1995. Panduan Berbahasa Indonesia dengan Baik
dan Benar. Jakarta: Pustaka Jaya
Kamus Besar Bahasa Indonesia, 199
Semoga bermanfaat
BalasHapus